Batik

Secara umum masyarakat Indonesia sudah memahami bahwa batik merupakan warisan budaya Indonesia. Terlebih setelah UNESCO mengukuhkan batik sebagai warisan budaya lisan dunia dan non-bendawi (Intengable Culture Heritage Humanity) yang berasal dari Indonesia pada 2 Oktober 2009. Kendati demikian, tidak banyak yang memahami perbedaan antara batik dengan yang bukan batik (tekstil bermotif batik). Jadi, apa sebenarnya batik itu?

Kata “batik” berasal dari gabungan dua kata bahasa Jawa yaitu “amba” atau menulis dan “tik” atau titik, yang artinya berkaitan dengan pekerjaan halus, lembut dan kecil yang mengandung unsur keindahan. Batik berarti menitikkan lilin batik dengan canting sehingga membentuk corak yang terdiri dari susunan titikan dan garisan. Versi lainnya berasal dari bahasa proto-austronesia yakni “becik” yang berarti membuat tato.

Dalam konvensi batik internasional di Yogyakarta pada 1997, disepakati bahwa batik adalah proses penulisan gambar atau ragam hias pada media apapun dengan menggunakan lilin batik (wax atau malam) sebagai alat atau sarana perintang warna. Pada proses pembuatannya, lilin batik diaplikasikan pada media kain (bisa kayu atau yang lainnya) untuk mencegah penyerapan warna pada saat proses pewarnaan. Jika prosesnya tanpa menggunakan lilin batik maka tidak bisa disebut batik, melainkan tekstil bermotif batik. Di sisi lain, sebagai kata benda batik dapat dipahami sebagai motif, yakni hasil dari sebuah proses penggambaran corak dan ragam hias di atas kain dengan menggunakan canting sebagai alat gambar dan malam sebagai perintang, atau hasil dari penerapan corak di atas kain melalui proses celup rintang warna atau colet rintang dengan lilin sebagai medium perintangnya. Batik yang dibuat dengan colet rintang warna disebut dengan batik colet atau batik lukis.

Berdasarkan cara pembuatannya batik terdiri dari tiga macam, yakni: batik tulis (proses penggambaran lilin batik menggunakan canting), batik cap (menggunakan cap, biasanya terbuat dari tembaga, sesuai motif yang diinginkan), dan batik kombinasi tulis dan cap (yang menggunakan canting dan cap).

Seiring dengan perkembangan teknologi tekstil dan kebutuhan akan adanya produksi massal, muncul kain bermotif batik atau yang dikenal dengan batik printing. Pembuatannya dilakukan dengan cara mencetak motif batik di atas kain sebagaimana proses printing (cetak), baik dengan mesin modern maupun manual (cetak sablon). Mengacu pada pengertian batik yang telah disepakati, maka batik printing tidak dapat disebut sebagai batik. Sebab, proses pembuatannya tidak menggunakan metode rintang warna dengan mengaplikasikan lilin batik pada medianya.

Perkembangan lebih lanjut dikenal suatu metode yang menghasilkan batik printing malam, yang merupakan perpaduan antara sablon dan batik. Materi yang dicetak di atas kain bukan pasta seperti pada teknik sablon melainkan berupa lilin batik, dan melalui proses pencelupan (pewarnaan) yang sama dengan proses pembuatan batik tulis dan/atau batik cap. Dari perspektif definisi batik, maka batik printing malam dapat disebut sebagai batik. Namun saat ini Balai Besar Batik dan Kerajinan sedang merumuskan suatu konsep perlindungan dan pelestarian batik, yang pada saatnya akan mengeluarkan batik printing malam ini dari pengertian batik. Alasannya, lilin batik yang digunakan pada batik printing malam berupa lilin batik dingin (jenis lilin yang lain), bukan lilin batik panas seperti yang diterapkan pada batik tulis dan cap.

Saat ini dunia perbatikan juga telah mendapatkan sentuhan teknologi yang menghasilkan batik fractal. Batik fractal adalah batik yang corak dan ragam hiasnya didesain dengan teknologi komputer, dan hasilnya berbeda dengan motif-motif tradisional atau bentuk pengembangan dari motif-motif tradisional. Hadirnya batik fractal melengkapi batik kontemporer yang umumnya berupa batik lukis. Sejauh metode pengerjaannya sama dengan batik tulis maupun cap, maka batik fractal dapat disebut batik. Hanya saja, bagi kalangan yang memahami batik, batik fractal dianggap tidak memiliki nilai filosofis seperti yang dimiliki motif-motif tradisional yang sarat makna.

Secara fungsional, kain batik ataupun tekstil bermotif batik tidak berbeda sama sekali. Secara ekonomi, keduanya adalah bagian dari bisnis yang dapat mendatangkan keuntungan. Harga batik yang asli memang relatif mahal, dan biasanya tidak dapat dijangkau oleh masyarakat yang tingkat ekonominya rendah. Dengan banyak beredarnya kain tekstil bermotif batik, masyarakat kelas menengah ke bawah dapat mengenakan busana bermotif batik. Membanjirnya produk-produk tekstil yang bermotif batik, termasuk dari Cina, dapat memperkaya alternatif bagi masyarakat.

Masalahnya adalah bagi masyarakat yang telah membayar dengan harga cukup mahal tetapi yang didapatkan ternyata bukan kain batik asli melainkan sekedar tekstil bermotif batik. Tak terhitung jumlah dan macam produk tekstil bermotif batik yang ada di pasaran saat ini, dan sebagian besar bertuliskan label “Batik Tulis Halus” atau “Batik Sutra Halus” dengan jelas, meskipun sebenarnya dibuat dengan teknik sablon (printing) dan bahannya terbuat dari polyester yang tidak bisa dibatik. Mencantumkan label seperti itu sama artinya dengan melakukan tindak kebohongan publik atau penipuan yang bisa dijerat dengan pasal-pasal pelanggaran pelanggaran hukum.

Melihat fenomena semacam itu pemerintah mengusulkan “Batik Mark” yaitu berupa tanda atau label yang membedakan kualitas batik berdasarkan proses pembuatannya. Tanda tersebut meliputi kualitas batik tulis, batik cap dan batik kombinasi tulis dan cap. Tujuannya adalah agar masyarakat tidak merasa tertipu dengan melihat tanda yang tercantum pada kain batik tersebut, serta keuntungan bagi produsen atau penjual dapat meningkatkan harga jual sesuai dengan kualitas yang ditawarkan. Sayangnya, hingga saat ini produsen dan pedagang batik belum bisa melaksanakan penandaan tersebut karena prosesnya yang memerlukan biaya dan waktu yang cukup lama.