Mengenal Sejarah Batik Indonesia



Batik Indonesia menjadi semakin terkenal setelah memperoleh pengakuan dari United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) atau Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB yang memutuskan batik Indonesia sebagai warisan pusaka dunia. Pengakuan yang diberikan pada 2 Oktober 2009 lalu menjadi tonggak penting untuk eksistensi batik di dunia internasional. Dalam rentang waktu sangat panjang batik hadir di bumi Nusantara. Batik sudah ada sejak zaman nenek moyang Indonesia.
Kata batik berasal dari gabungan dua kata bahasa Jawa: amba, yang bermakna 'menulis' dan titik, yang bermakna 'titik'. Walaupun kata batik berasal dari bahasa Jawa, kehadiran batik di Jawa sendiri tidaklah tercatat. G.P. Rouffaer berpendapat bahwa teknik membatik kemungkinan diperkenalkan dari India atau Srilanka pada abad ke-6 atau ke-7. Di sisi lain, J.L.A. Brandes, arkeolog Belanda, dan F.A. Sutjipto, sejarawan Indonesia, percaya bahwa tradisi batik adalah asli dari daerah seperti Toraja, Flores, Halmahera, dan Papua. Perlu dicatat bahwa wilayah tersebut bukanlah area yang dipengaruhi oleh Hinduisme, tetapi diketahui memiliki tradisi kuno membuat batik.
G.P. Rouffaer juga melaporkan bahwa pola gringsing sudah dikenal sejak abad ke-12 di Kediri, Jawa Timur. Dia menyimpulkan bahwa pola seperti ini hanya bisa dibentuk dengan menggunakan alat canting sehingga ia berpendapat bahwa canting ditemukan di Jawa pada masa sekitar itu. Adapun detil ukiran kain yang menyerupai pola batik dikenakan oleh Prajnaparamita, arca dewi kebijaksanaan Buddhis dari Jawa Timur abad ke-13. Detil pakaian menampilkan pola sulur tumbuhan dan kembang-kembang rumit yang mirip dengan pola batik tradisional Jawa yang dapat ditemukan kini. Hal ini menunjukkan bahwa membuat pola batik yang rumit yang hanya dapat dibuat dengan canting telah dikenal di Jawa sejak abad ke-13 atau bahkan lebih awal.
Sementara pada legenda dalam literatur Melayu abad ke-17, Sulalatus Salatin, menceritakan Laksamana Hang Nadim yang diperintahkan oleh Sultan Mahmud untuk berlayar ke India agar mendapatkan 140 lembar kain serasah dengan pola 40 jenis bunga pada setiap lembarnya. Karena tidak mampu memenuhi perintah itu, dia membuat sendiri kain-kain itu. Namun sayangnya kapalnya karam dalam perjalanan pulang dan dia hanya mampu membawa empat lembar sehingga membuat sang Sultan kecewa. Kemudian keempat lembar kain tersebut ditafsirkan sebagai batik.
Dalam literatur Eropa, teknik batik pertama kali diceritakan dalam buku History of Java, London, 1817 tulisan Sir Thomas Stamford Raffles. Ia pernah menjadi Gubernur Inggris di Jawa semasa Napoleon menduduki Belanda. Pada 1873 seorang saudagar Belanda, Van Rijekevorsel, memberikan selembar batik yang diperolehnya saat berkunjung ke Indonesia ke Museum Etnik di Rotterdam dan pada awal abad ke-19. Saat itulah batik mulai mencapai masa keemasannya. Sewaktu dipamerkan di Exposition Universelle di Paris pada tahun 1900, batik Indonesia memukau publik dan seniman.
Kemudian sejak industrialisasi dan globalisasi, yang memperkenalkan teknik otomatisasi, batik jenis baru muncul, dikenal sebagai batik cap dan batik cetak, Adapun pada batik tradisional yang diproduksi dengan teknik tulisan tangan menggunakan canting dan malam disebut batik tulis. Hugh Clifford merekam industri membatik ini hingga menghasilkan kain pelangi dan kain telepok.
Pada akhirnya batik merupakan kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia, khususnya Jawa. Sejak masa lampau, para perempuan menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian. Sehingga pada masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan. Hingga ditemukannya "Batik Cap" yang memungkinkan masuknya laki-laki ke bidang ini. Kemudian terjadi fenomena batik pesisir yang memiliki garis maskulin hingga bisa terlihat pada corak "Mega Mendung". Bagi masyarakat di daerah pesisir ini, pekerjaan membatik merupakan sebuah kelaziman bagi kaum lelaki.
Berbicara tradisi membatik, pada mulanya batik merupakan tradisi yang turun-temurun dari masyarakat Jawa. Boleh jadi, terkadang untuk suatu motif dapat dikenali berasal dari batik keluarga tertentu. Beberapa motif batik dapat menunjukkan status seseorang. Bahkan sampai saat ini, beberapa motif batik tadisional hanya dipakai oleh keluarga Keraton Yogyakarta dan Surakarta. Adapun batik Cirebon bermotif mahluk laut dan pengaruh Tionghoa.
Dalam sejarah Indonesia, batik kemudian menjadi busana yang dikenakan oleh para tokoh, mulai dari masa sebelum kemerdekaan hingga sekarang. Di awal tahun 80-an, dalam diplomasi ke luar negeri, Presiden Soeharto mengatakan batik sebagai warisan nenek moyang Indonesia, terutama masyarakat Jawa yang hingga kini dikenakan oleh berbagai kalangan dan usia. Dengan pengakuan UNESCO dan ditetapkannya Hari Batik Nasional pada 2 Oktober semakin menempatkan batik tak hanya budaya Indonesia, tapi jati diri dan indentitas bangsa.
(sumber: http://indonesian.irib.ir/cakrawala-indonesia/-/asset_publisher/eKa6/content/id/5529166)

Budaya Adiluhung Hanya Ditemukan di Batik Tulis

Sebagai upaya pelestarian dan pengembangan batik tulis, Paguyuban Pecinta Batik Indonesia (PPBI) Sekar Jagad menggelar Pagelaran Mahakarya Pusaka Kemanusiaan Lisan dan Tak Benda Batik Tradisional Jogjakarta di Puro Pakualaman Sabtu (28/4). Pagelaran ini tergolong langka. Sebab, untuk pertama kalinya koleksi batik tulis dari Keraton Jogja dan Kadipaten Pakualaman dipamerkan bersamaan.
Koleksi batik koleksi keraton yang dipamerkan antara lain milik GKR Hemas. Ada motif Parang Barong Purnama, Kawung Naga Raja, Jatayu, dan Ceplok Purbonegoro Nithik. Koleksi Pura Pakulamanan yang dipamerkan antara lain koleksi BRAy Atika Suryodilogo seperti motif Wilaya Kusumajan Latar Beras Wutah.
”Pegelaran ini sebagai penegasan bahwa masyarakat Jogjakarta mencintai batik tulis sebagai warisan adiluhur kerajaan Mataram,” ujar Ketua Paguyuban PPBI Larasati Suliantoro Sulaiman).
Ada puluhan koleksi batik tulis yang dipamerkan yang acara yang dijadwalkan hingga hari ini tersebut.
Menurut Suliantoro, batik telah menjadi bagian dari pusaka dunia yang patut dibanggakan dan telah diakui Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (Unesco) pada 2009. Namun yang disayangkan, ujarnya, keberadaan batik tulis semakin tersisihkan dengan keberadaan batik printing.
Dia menegaskan kaum perempuan seyogianya mulai menggunakan batik tulis dalam berbusana. ”Siapa bilang batik tulis itu mahal. Kalau perempuan mau membatik, tentunya batik akan terjangkau dan tidak mahal,” imbuhnya.
Ditambahkan, tradisi membatik menghadapi banyak tantangan. Menurut Suliantoro, sekitar 1950 para perajin batik di Pekalongan sempat mengalami krisis kain mori. Lalu pada 1980 perajin batik mulai mendapat saingan dengan munculnya tekstil bermotif batik (printing). ”Akhirnya banyak perajin batik beralih profesi karena batiknya tak laku. Masyarakat lebih memilih batik printing,” ujarnya.
Ketika batik Indonesia mendapat pengakuan sebagai warisan budaya dari Unesco justru batik printing lebih merajai pasaran batik. Bahkan, negara luar seperti Tiongkok, Inggris, dan Amerika Serikat juga membuat batik. ”Batik itu karya yang ditulis oleh tangan manusia, bukan dicetak. Kalau dicetak bukan batik namanya,” tegasnya.
Sulaintoro memaparkan, dalam suluk batik poin ajaran difokuskan pada penerapan pematangan perilaku mulia berdasarkan kesempurnaan. Jadi, kain batik yang dikerjakan oleh perempuan  merupakan metafor dari perilaku yang hendak dibentuknya.
Wakil Geburnur DIJ Paku Alam IX mengkatakan, kerajinan batik tulis harus dilestarikan dan dikembangkan. Caranya, ungkap dia, kaum perempuan harus kembali untuk mencintai batik tulis. ”Batik printing boleh saja beredar. Tetapi yang mengandung nilai-nilai seni, sejarah, dan budaya adiluhung hanya ada di batik tulis,” ujarnya.

(Sumber:  www.radarjogja.co.id; Monday, 30 April 2012)

Tekstil Impor Bikin Perajin Batik Khawatir


ANTARA (Rabu, 20 Jul 2011) - Ketua Ikatan Pedagang Batik Grosir Setono, Kota Pekalongan, Jawa Tengah, Ahmad Sobari, mengatakan, masuknya barang tekstil impor dikhawatirkan memengaruhi harga batik lokal karena lebih murah.

"Membanjirnya kain tekstil impor kini telah mengakibatkan penurunan penjualan batik di pasar grosir turun 20 persen sehingga jika kondisi itu terus dibiarkan maka dikhawatirkan akan mematikan kelangsungan usaha batik lokal," katanya di Pekalongan, Rabu.

Ia mengemukakan, kain tekstil impor berasal dari China tersebut dijual dengan harga murah sehingga hal itu menimbulkan kecemasan kalangan perajin batik di Kota Pekalongan.

Seorang perajin batik setempat, Haris Riadi, mengatakan, selain mengalami kesulitan pemasaran produk batik, mereka juga dihadapkan kepada persoalan kenaikan harga bahan baku.

"Jujur saja, masuknya produk tekstil dari China telah menggoyahkan penjualan batik menjadi turun karena harga batik asal luar negeri itu lebih murah jika dibanding produk batik lokal," katanya.

Namun, katanya, para perajin masih cukup bangga karena produk kerajinan batik berasal dari Pekalongan lebih baik mutunya jika dibandingkan dengan produk berasal dari China.

Ia mengatakan para pembeli batik sebagian besar berasal dari luar Kota Pekalongan seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Jambi, Aceh, dan Riau.

"Kendati saat ini penjualan batik sedang sepi tetapi kami optimistis akan kembali ramai saat menjelang Lebaran 2011," katanya.

Ketua Kamar Dagang dan Industri Jawa Tengah, Kukrit Suryo Wicaksono, belum lama ini menyatakan, untuk menghidupkan usaha mikro kecil menengah (UMKM) sudah saat pemerintah bersinergi dengan pelaku usaha sebagai upaya menghadapi pelaksanaan perjanjian perdagangan bebas ASEAN-China.

"Memasuki pasar global, sudah saatnya pemerintah harus bersinergi langsung ke lapangan untuk melihat kegiatan UMKM, bukan sekadar hanya memberikan konsep dan teori," katanya.

Sumber: http://www.antarajateng.com/detail/index.php?id=48185,

Fashion Batik Indonesia

Indonesia adalah sebuah Negara yang kental dengan berbagai macam budaya, sungguh sebuah negara dengan beribu pulau, bahasa, adat, dan tradisi. Wujud Indonesia yang berupa kepulauan telah menciptakan berbagai karakter dan budaya tiap daerah. Salah satu hasil budaya Indonesia yang telah turun temurun lestari adalah Batik. Sebenarnya, tiap daerah di Indonesia memiliki hasil budaya yang berwujud tenun atau kain. Tetapi sebagian besar budaya tersebut, yang sampai saat ini tetap eksis adalah batik.

Batik identik dengan nuansa Jawa. Tetapi ada juga batik yang berasal dari luar jawa, seperti sumatera dan Kalimantan bahkan papua. Di jawa, pada waktu yang lampau ,batik berlaku sebagai identitas. Seperti yang terjadi pada masa Keraton Yogyakarta. Batik menjadi identitas bagi keluarga kerajaan dan rakyat biasa. Pada waktu itu, batik hanya dikenakan oleh para petinggi maupun keluarga kerajaan. Sedangkan pada “abdi dalem” mengenakan kain polos.

Nilai-nilai yang tertuang padabatik sangat erat dengan nilai-nilai kehidupan. Setiap motif batik mengandung arti tertentu. Motif batikpun beraneka ragam di setiap daerah. Dari jogja dengan motif kawungnya, solo, pekalongan, Madura dan masih banyak jenis motif batik sesuai daerah. Dari warna juga sudah bervariatif. Jogja dan solo yang cenderung cokelat (sesuai pewarnaan alami), kini telah berkembangan dengan batik beraneka macam warna.

Seiring perkembangan jaman, saat ini batik tak lagi hanya digunakan oleh keluarga kerajaan atau orang-orang khusus. Batik telah menjadi identitas Nasional, identitas sebuah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beberapa tahun lalu, kita sebagai masyarakat Indonesia sempat “kurang peduli” dengan Batik. Baru setelah terjadi kasus klaim dari Negara tetangga mengenai budaya kita, isu batik naik. Ada dua hali yang perlu dicermati belajar dari kasus klaim budaya. Yang pertama, kita sadari bahwa kita lemah dan kurang peduli terhadap budaya, dalam hal ini batik. Yang kedua, kasus ini membangkitkan gairah Indonesia untuk kembali mengeksiskan batik, bahkan menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia memiliki batik. Seperti jepang dengan kimononya, seperti Indonesia dengan batiknya.

Perkembangan pesat batik Indonesia telah melahirkan aliran baru dalam dunia batik, yaitu batik modern. Batik tak lagi konvensional, telah bermunculan batik berjenis batik cap, batik printing, batik sablon, batik lukis. Meski esensi dan nilai dari batik tulis adalah batik sebenarnya, namun terdapat kendala mengenai pemasaran pada batik tulis. Waktu dan tingkat kesulitan pada batik tulis menyebabkan harga jual batik tulis menjadi tinggi, tentu saja dengan harga yang tinggi ini, kalangan menengah ke bawah akan sulit menjangkau. Untuk itulah industry garment di Indonesia kemudian membuat batik printing. Dengan kelas harga yang terjangkau kini batik printing meyebar di berbagai pasar batik di Indonesia. Mungkin sebagian masyarakat memandang dimana letak esensi batik printing jika dibandingkan batik tulis. Tapi kemudian ktia berfikir bagaimana dengan eksistensi batik. Semakin banyak orang mengenakan batik, semakin eksis batik.

Jadi kehadiran batik jenis printing tidak akan merubah esensi dari batik itu sendiri. Dengan biaya yang terjangkau atau bias juga disebut batik murah, maka masyarakat Indonesia akan banyak menggunakan batik. Dengan banyaknya pengguna batik, maka eksistensi batik akan kokoh dan lestari, bahkan mendunia yang berimbas pada Indonesia yang lebih baik.

Perkembangan fashion batik terus berkembang pesat dengan hadirnya bahan batik yang murah dan berkualitas. Seperti yang diuraikan diatas, batik modern mengusung konsep “update” mode. Fashion batik seakan menjadi sebuah dunia tersendiri. Tak lagi batik yang digunakan untuk jarit, batik telah berkembang menjadi kemeja batik, rok batik, blouse batik, sackdress dan dress batik, jaket batik, jumpsuit batik, gamis batik, batik sarimbit/batik couple, sepatu batik, tas batik, topi batik, dompet batik, sandal batik, seragam batik, souvenir batik dan masih banyak model fashion batik yang ada di Indonesia.

Teknologi yang dipadu dengan budaya tradisional, menciptakan suatu pasar tersendiri melalui dunia maya (internet) yang di sebut batik online. Ya, dalam rangka pemerataan distribusi batik nasional, dan dalam rangka batik go international, maka internet adalah salah satu media yang sangat berpengaruh. Kini telah banyak hadir toko online yang menjajakan batik secara grosir. Hal ini dapat mempermudah distributor batik di tiap daerah di Indonesia dalam memasarkan batik. Grosir batik tak lagi konvensional, tetapi dapat dilakukan secara online untuk kemudian dipasarkan.

Tidak masalah media apa yang digunakan untuk mengeksiskan batik, selama tujuannya tetap, untuk membuat Indonesia lebih baik.

5 Jenis Kain Batik yang Dijual di Pasaran

Mau beli busana batik? Bisa jadi akan bingung memilihnya karena banyak ragam model.Jika ingin kualitas bagus tentunya pilih batik tulis. Butuh kejelian dan ketelitian ekstra.
Pesona busana batik tak kan lekang di telan jaman, contohnya batik Pekalongan. Dari tahun ke tahun, design busana pakaian batik terus berganti dan semakin banyak peminatnya. Sebagai bangsa yang memiliki banyak keragaman budaya harus bangga, terutama pada batik yang kini sudah mendapat pengakuan dunia internasional sebagai pusaka warisan dunia oleh Unesco.
Saat anda ingin membeli busana batik seperti batik Pekalongan, mungkin anda merasa bingung untuk memilihnya. Karena memang ada beberapa karakter batik dengan beragam model dan design batik seperti batik Pekalongan.Harga yang mahal tidak dapat menjamin batik baik kualitasnya dan tergolong sebagai batik tulis / batik asli / batik halus.
Bisa jadi anda terkecoh saat melihat batik yang “halus”, yang anda duga itu adalah batik tulis tapi ternyata bukan. Memang di pasar atau toko batik yang jual busana dengan bermacam-macam kain batik, harganya pun sangat bervariasi, dari yang cukup murah sampai yang super mahal.
Dari segi teknik atau cara pembuatannya, ada 5 jenis kain batik yang dijual orang, yaitu batik tulis, batik kombinasi (kombinasi batik cap dan batik tulis), batik cap, batik printing dan batik cabut (kombinasi batik printing dan batik tulis).Untuk mengetahui dengan jelas, apakah sehelai kain batik itu termasuk jenis batik tulis atau yang lain, diperlukan kejelian dan ketelitian ekstra. Ada beberapa ciri dari setiap jenis batik, sehingga perlu diperhatikan saat membeli batik tulis seperti batik Pekalongan.
Tips yang bisa menjadi panduan saat memilih batik.
Biasanya setiap gambar dan setiap motifnya (model, desain batik tidak sama persis (asimetris). Ada bagian yang terlalu kecil dan ada bagian yang terlalu besar. Motif 'Cecek-cecek' dan 'isinen' dalam tiap gambar juga tidak sama besar-kecilnya. Desain batik memiliki tingkat kerumitan tersendiri.
Batik tulis selalu dibatik terusan, maksudnya sesudah dibatik 'ngengrengan' dibatik lagi di belakang kain agar motif kelihatan lebih jelas.
Biasanya batik tulis yang asli seperti batik Pekalongan, memiliki aroma yang khas, karena kain / baju batik ini 'disoga' atau diwarnai dengan kulit-kulit kayu, seperti kayu tingi (untuk warna hitam), kayu teger (untuk warna kuning), kayu jambal (untuk warna coklat), daun Tom dan akarnya (untuk warna biru).
Mori yang dipakai biasanya lebih berat dibanding mori untuk jenis batik lainnya. Semakin kecil-kecil dan rumit motifnya, biasanya kain / baju batik itu semakin halus.
Semoga bermanfaat.
Sumber: http://www.metrogaya.com/

Industri Busana Muslim Menjanjikan

Rabu, 28 Juli 2010 06:23 WIB
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Nilai transaksi global busana muslim mencapai 96 miliar dolar AS per tahun. Nilai ini terus tumbuh mengingat terdapat peningkatan permintaan busana muslim di pasar Eropa dengan nilai yang menjanjikan, mencapai 1,5 miliar dolar AS per tahun.

Demikian Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian, Fauzi Azis memaparkan dalam sambutan pembukaan Pameran Produk Busana Muslim. "Belakangan industri busana muslim berkembang menjadi industri garmen yang paling menjanjikan dan membentuk pasar tersendiri. Ini terobosan di tengah kelesuan sektor riil," katanya, Selasa (27/7).

Menurut Fauzi, saat ini terjadi perubahan paradigma masyarakat terhadap busana muslim. Busana muslim tak lagi dipandang sebagai identitas yang eksklusif namun kini menjadi lebih terbuka bagi semua kelompok muslim di Indonesia. "Busana muslim juga sudah menjadi salah satu ikon bisnis fashion global yang turut digarap perancang terkenal seperti Hermes dan Gucci," ucapnya.

Peningkatan permintaan ini menjadi kabar baik bagi industri nasional, kata Fauzi. Mengingat, perputaran nilai usaha tekstil dan produk tekstil di ASEAN mencapai 87,1 miliar dolar AS pada 2007. Padahal, nilai konsumsinya hanya 20,88 miliar dolar AS. Sisanya, menyerbu pasar ekspor dunia. "Di Inggris saja, nilai transaksi bisnis busana muslim mencapai 150 juta dolar AS," ujarnya.

Karenanya, kata Fauzi, industri busana muslim nasional harus memperhatikan aspek desain yang menjadi faktor daya saing penting dalam produk industri. Produsen lokal harus memperkuat kreativitas yang kaya akan ide-ide baru. "Oleh karena itu dalam mendesain perlu dipikirkan atau melihat tren yang berkembang agar bisa bersaing," ucapnya.

Kemenkop Siap Dukung UKM Busana Muslim

Jumat, 17 Juni 2011 19:46 WIB
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Kementerian Koperasi dan UKM menyatakan siap mendukung perkembangan pelaku UKM yang bergerak dalam usaha busana muslim dan batik. Deputi Bidang Pemasaran dan Jaringan Usaha Kementerian Koperasi dan UKM, Neddy Rafinaldi Halim, mengatakan bahwa pihaknya sedang dan akan terus melakukan berbagai upaya untuk mendukung kemajuan industri busana muslim dan batik di Tanah Air yang sebagian besar digerakkan oleh pelaku UKM.
"Kami setidaknya sudah memprogramkan tiga hal untuk membina pelaku UKM yang bergerak di bidang ini," kata Neddy.
Menurut dia, Indonesia merupakan pasar potensial untuk busana muslim dan batik. Pihaknya juga memproyeksikan beberapa tahun ke depan Indonesia akan menjadi barometer fesyen muslim dunia.
Oleh karena itu, pembinaan serius diperlukan untuk dapat mewujudkan proyeksi tersebut.
Ia menambahkan, sejak beberapa tahun lalu, pihaknya memfasilitasi para pelaku UKM busana muslim dan batik untuk mengikuti berbagai macam pameran sebagai upaya promosi dan perluasan jejaring pemasaran.
Kementerian Koperasi dan UKM bahkan memiliki event pameran khusus yang mewadahi para pelaku UKM busana muslim dan batik setiap tahunnya yakni Pameran Smesco Fesyen & Aksesoris Muslim.
Selain itu, pihaknya juga menyelenggarakan bimbingan teknis kepada pelaku UKM dalam hal pemahaman tren desain untuk mengetahui selera pasar. "Khusus bagi perajin batik, kami mengadakan pelatihan metode pewarnaan dan pemilihan bahan dengan mendatangkan para ahli di bidangnya," katanya.

Batik Terpukul Bahan Baku

Kompas (7/4/2011) - Serangan implementasi Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China sudah dirasakan tersistematis, terutama terhadap batik. Dari sisi hulu terasa makin sulit memperoleh bahan baku seperti benang untuk kain sutra dan kapas yang bergantung impor, hingga sisi hilir berupa kelemahan bersaing di pasar, terutama pasar domestik.
Sejumlah perajin batik di Pekalongan, Jawa Tengah, Rabu (6/4), saat ditemui Kompas mengungkapkan dampak negatif Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China (ACFTA). Apalagi, upaya pemerintah dalam mendukung pengembangan Pekalongan sebagai sentra batik terkesan tidak serius. Perajin merasa ditinggalkan pemerintah.
Romi Oktabirawa dari komunitas perajin batik Wiradesa, Pekalongan, mengatakan, kini aspek hulu sebagai tumpuan awal perajin batik dalam berdaya saing sudah diporak-porandakan, misalnya kain katun. Kapas yang sangat dibutuhkan industri tekstil bergantung impor dari Amerika Serikat, Swedia, dan China.
”Saya mencermati, China sudah membidik pasar Asia. Untuk melumpuhkan perajin batik, bahan baku seperti katun dari Amerika Serikat mulai diborong China. Itu tak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan China sendiri,” kata Romi.
Menurut Romi, harga katun sampai akhir tahun 2010 masih 1,5 dollar AS per kilogram, tetapi kini mencapai 2,8 dollar AS per kilogram. Kain sutra yang dibuat dengan alat tenun bukan mesin sangat bergantung impor benang sutra. Harganya pun melonjak dari Rp 60.000 per yard jadi Rp 90.000 per yard (satu yard sama dengan 0,9 meter). Sementara harga kain sutra China melonjak dari Rp 32.000 per yard menjadi Rp 58.000 per yard.
Bayang-bayang kehancuran perajin batik juga ditandai dengan makin tingginya harga gondorukem (Resina colophonium) dari getah pinus sebagai salah satu bahan campuran lilin untuk membatik.
”Bayangkan, harga gondorukem telah lebih dari Rp 30.000 per kilogram karena harga di luar negeri juga segitu. Lha, ya, kita sangat kesulitan karena produsen gondorukem merasa lebih baik mengekspornya untuk pernis atau pelitur,” kata Wulan Utoyo, pemilik Bulan Batik.
Enam bulan lalu, harga gondorukem hanya Rp 10.000 per kilogram, kini menjadi Rp 32.000 per kilogram. Belum lagi, kenaikan harga bahan baku pewarna kain yang harus ditanggung perajin.
Wakil Wali Kota Pekalongan H Achmad Alf mengatakan, ”Gondorukem sudah menjadi permainan monopoli Perhutani. Mereka tampaknya lebih memilih gondorukem diekspor daripada dijual ke perajin batik. Perhutani harus digugat. Pemerintah pusat tidak boleh hanya tinggal diam”.
Di Purwakarta, Jawa Barat, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu menegaskan, perdagangan bebas ACFTA tak perlu dibatalkan. Dampak negatif akibat kesepakatan tersebut masih bisa diatasi dengan negosiasi antarpemerintah dan para pelaku usaha. (OSA/RYO/RZF/ENY)

Batik Kaligrafi dari Balekambang

Kompas. Siapa bilang pondok pesantren atau ponpes hanya mendidik para santri berakrab-akrab ria dengan pelajaran agama dan Al Quran? Siapa bilang pesantren yang letaknya di pedalaman dan jauh dari keramaian kota, ketinggalan zaman?
Ponpes Salafiyyah Roudlotul Mubtadiin yang berada di Kabupaten Jepara, membuktikannya. Di pesantren yang berjarak sekitar tujuh kilometer dari Jalan Raya Kudus-Jepara itu, para santri belajar ilmu agama dan kehidupan, sekaligus dibekali aneka macam keterampilan.
Salah satunya adalah keterampilan membuat batik kaligrafi yang dikembangkan para santri Jurusan Tata Busana Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Ponpes Balekambang. Batik kaligrafi merupakan perpaduan antara aneka motif batik dengan seni menulis huruf Arab.
Proses pembuatan batik kaligrafi hampir sama dengan pembuatan batik pada umumnya. Materi atau bahan-bahannya pun sama, seperti kain, malam (lilin), dan canting. Perbedaannya terletak pada teknik pewarnaan batik, yaitu menggunakan kuas, bukan dicelup pada bak pewarna.
Hal itu memudahkan para santri mewarnai aneka macam bidang dan pola dengan aneka macam warna. Selain itu, hasil akhirnya tidak selalu berwujud bahan pakaian, tetapi bisa menjadi lukisan atau hiasan dinding.
Pengasuh Ponpes Balekambang KH M Ma'mun Abdulloh ZA didampingi Ketua Pengurus Ponpes Balekambang, Mustamir Wildan, Rabu (18/8), di Jepara, mengatakan, batik kaligrafi merupakan akulturasi budaya Jawa dengan Arab. Batik tersebut juga perpaduan antara keterampilan dan penanaman nilai-nilai agama. "Kami mengajari para santri membatik kaligrafi dengan tujuan melestarikan budaya, membekali keterampilan siswa, sekaligus mendalami ayat-ayat suci melalui batik," kata Ma'mun.
Harapannya, para santri mempunyai bekal plus atau berlebih ketika lulus dari ponpes sehingga berguna bagi dirinya dan masyarakat. Bekal lebih itu adalah ilmu agama, sikap atau karakter, dan keterampilan.
Mustamir Wildan menambahkan, Ponpes Balekambang menyebut pola pembelajaran dan pengelolaan ponpes tersebut sebagai pendidikan karakter. Upaya tersebut ditangkap Kementerian Pendidikan Nasional yang memberikan penghargaan pada SMK Ponpes Balekambang atas usaha merintis, menerapkan, dan melaksanakan Pendidikan Karakter Bangsa 2010.
"Kami ingin menjadikan para santri mempunyai pegangan agama di tengah arus globalisasi yang semakin kencang ini. Ibaratnya tuku krupuk imbuh rambak, donyane kejupuk akhirate kecandak (beli kerupuk diberi tambahan rambak, dunia terpegang dan akhiratnya kena pula)," kata Mustamir. (HENDRIYO WIDI)